Rabu, 11 Maret 2020

Strategi Penyehatan Perusahaan dan Divestasi serta Strategi Perusahaan Pemimpin Pasar


MAKALAH MANAJEMEN STRATEGIK
STRATEGI PENYEHATAN DAN DIVESTASI
STRATEGI PERUSAHAAN PEMIMPIN PASAR


DISUSUN OLEH :
IMROATUS SHOLEHA
(C1B018147)


DOSEN PENGAMPU:
Dr. MUSNAINI, SE., MM


PROGRAM STUDI MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS JAMBI
2020

KATA PENGANTAR

 

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-NYA sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih kepada Dosen Pengampu Ibu  Dr. MUSNAINI, SE., MM  dan bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini.Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Jambi,   Maret 2020

DAFTAR ISI


 

BAB I

PENDAHULUAN


1.1 LATAR BELAKANG

Perusahaan merupakan organisasi bisnis yang menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan konsumen dan bertujuan mencari laba (Ranupandojo, 1990). Hampir tidak ada satu perusahaan pun di dunia ini yang tidak mempunyai tujuan mencari laba. Dalam manghasilkan produk dan jasa yang dibutuhkan oleh konsumen, perusahaan juga selalu berusaha memberikan kepuasan dan nilai lebih kepada konsumen di bandingkan kepuasan dan nilai yang diberikan oleh pesaing (Kotler dan Amastrong, 2003).
Perusahaan dalam menjalankan aktivitas bisnisnya tidak selalu pada masa kejayaan, terkadang mengalami penurunan dan pemulihan kembali. Namun ada kalanya juga suatu perusahaan yang telah berdiri bertahun-tahun tidak pernah mengalami kemajuan dan bahkan terus menurun hingga akhirnya tutup. Perusahaan yang tidak mengalami kemajuan dan penurunan inilah yang dikatakan sebagai perusahaan yang sakit. Cameron (1987; dalam Suwarsono, 2006) menyatakan bahwa perusahaan yang sakit adalah suatu perusahaan yang secara absolut dan substansial mengalami penurunan sumber daya dalam suatu periode tertentu. Pengertian ini mengandung makna bahwa yang mengalami penurunan sumber daya bukan lingkungan bisnisnya, akan tetapi lebih pada perusahaanya. Perusahaan belum tentu sakit ketika lingkungan bisnisnya tidak lagi menunjang sebagaimana masa sebelumnya. Di samping itu, penurunan sumber daya perusahaan haruslah bersifat signifikan dan bukan dalam pengertian yang tidak berarti, dan terjadi dalam satu periode tertentu, bukan hanya pada satu waktu saja (Suwarsono, 2006).

1.2  RUMUSAN MASALAH

1. Apa pengertian dari strategi penyehatan perusahaan?
2. Apa saja strategi dalam penyehatan perusahaan?
3. Apa pengetian Divestasi?
4. Apa saja dampak yang ditimbulkan dari divestasi?
5. Apa pengertian dari strategi perusahaan pemimpin pasar?

1.3 TUJUAN

1. Untuk mengetahui pengertian strategi penyehatan perusahaan
2. Untuk mengetahui apa saja strategi yang dapat dilakukan untuk penyehatan perusahaan
3. Untuk mengetahui pengertian divestasi
4. Untuk mengetahui dampak apa saja yang ditimbulkan akibat dari divestasi
5. Untuk mengetahui apa itu strategi perusahaan pemimpin pasar

BAB II

PEMBAHASAN

 

 2.1 PENGERTIAN STARTEGI PENYEHATAN PERUSAHAAN

Menurut Bibeault (1999; dalam Suwarsono, 2006), secara ekonomis suatu perusahaan dikatakan tidak sehat jika tingkat pengembalian investasinya secara signifikan dan terus menerus lebih rendah dibandingkan investasi yang serupa. Secara manajerial, perusahaan dikatakan sakit jika selama beberapa tahun mengalami penurunan laba, tanpa harus diartikan secara terus menerus.

Penurunan kinerja perusahaan dibedakan dalam kategori operasional dan strategis serta dikaitkan dengan visi dan misi perusahaan yang terlebih dulu ditetapkan. Visi merupakan gambaran yang akan dicapai oleh perusahaan di masa yang akan datang, sedangkan misi merupakan upaya perusahaan dalam mencapai visi yang diinginkan (Hariadi, 2005). Berkaitan dengan kinerja operasional perusahaan, hal ini lebih banyak bersinggungan dengan ukuran keuangan dan cenderung berdimensi waktu relatif pendek, sedangkan kinerja strategis lebih banyak bersinggungan dengan pemasaran dan cenderung berdimensi waktu yang relatif panjang. Kinerja operasional dapat meliputi pertumbuhan penjualan, pertumbuhan laba, tingginya deviden, margin keuntungan, tingkat aliran kas, tingginya harga saham, ragam sumber penjualan, perusahaan blue chip, dan stabilitas penjualan. Kinerja strategis meliputi penguasaan pangsa pasar, urutan perusahaan dalam industri, tingginya kualitas barang, rendahnya biaya produksi, ragam produk, reputasi (citra) perusahaan, kualitas pelayanan kepada konsumen, keunggulan teknologi yang dimiliki, dan jangkauan wilayah pemasaran (Suwarsono, 2006; Hariadi, 2005; Purwanto, 2007).
Perusahaan yang dikatakan sakit juga mempunyai gejala. Gejala mempunyai pengertian yang berbeda dengan sebab perusahaan sakit. Gejala semata-mata hanya merupakan tanda-tanda adanya ketidaksehatan perusahaan yang mengindikasikan perusahaan dalam keadaan sakit. Sedangkan sebab perusahaan yang sakit lebih menunjuk pada variabel yang bertanggung jawab menjadikan perusahaan itu menderita sakit (Suwarsono, 2006). Kesulitan mengenali gejala ketidaksehatan perusahaan juga bisa terjadi, hal ini disebabkan oleh eksekutif yang cenderung mengabaikan gejala-gejala awal yang dianggap biasa saja. Para eksekutif cenderung menunggu-nunggu sampai gejala tersebut muncul ke permukaan. Mengakui perusahaan yang sakit bukanlah hal yang mudah dilakukan oleh para eksekutif perusahaan, karena berkaitan langsung dengan penilaian kinerja pemegang saham. Selain itu secara politis juga mengandung resiko besar, yaitu diberhentikan dari jabatan. Oleh karena itu tidak heran kita sering melihat banyak perusahaan berdiri bertahun-tahun namun tiba-tiba sakit keras secara mendadak dan akhirnya tutup.
·         Tanda Perusahaan Tidak Sehat
ΓΌ  Ketidakcukupan kas
ΓΌ   Keterbatasan likwiditas
ΓΌ  Pengurangan modal kerja
ΓΌ  Utang dagang membengkak
ΓΌ   Piutang dagang meningkat
ΓΌ  Penurunan ROI (Return on invesment)
ΓΌ  Penjualan mendatar
Mengenali gejala ketidaksehatan perusahaan juga seringkali dipengaruhi oleh sudut pandang yang melihat dan kepentingannya, tergantung pada kaca mata yang digunakan. Orang dalam dan luar perusahaan mungkin menemukan gejala yang berbeda. Bahkan sesama orang dalam juga dapat merasakan gejala yang tidak sama. Orang awam mungkin menafsirkan jika ada perusahaan yang secara mendadak mengalami pergantian pucuk pimpinan dan juga misalnya terancam diakuisisi oleh perusahaan lain sebagai perusahaan yang menderita sakit. Pemasok mungkin melihat keterlambatan pembayaran merupakan tanda ketidaksehatan. Analisis juga melihatnya pada tingkat perkembangan saham. Karyawan perusahaan bisa jadi lebih memberikan perhatian pada penurunan kesejahteraan dan kelumpuhan manajamen. Sedangkan manajemen bisa memperhatikan data lebih detail, dengan mengevaluasi misalnya pangsa pasar yang dikuasai, laba yang diperoleh, likuiditas perusahaan, dan tingkat penjualan yang diraih (Suwarsono, 2006; Hariadi, 2005; Gitosudarmo, 1999).
Berdasarkan penjelasan di atas, apapun jenis perusahaannya bahwa yang namanya ketidaksehatan perusahaan perlu segera ditangani agar tidak menyebabkan perusahaan mengalami penutupan. Dalam melakukan penyehatan perusahaan juga diperlukan langkah-langkah strategis yang tepat agar perusahaan dapat kembali pulih. Artinya strategi-strategi penyehatan perusahaan perlu diperhatian dan perlu dilakukan oleh setiap pimpinan perusahaan, agar perusahaan yang mengalami sakit tidak berlarur-larut sampai menyebabkan perusahaan mengalami penutupan. Perusahaan yang mengalami penutupan akan memiliki banyak konsekuensi, pertama modal disetor akan terbuang sia-sia karena perusahaan mengalami sakit dan tutup. Kedua citra perusahaan juga akan mengalami kesan negatif dimata konsumen dan dimata stake holder lainnya. Ketiga perusahaan yang tutup dapat dipastikan akan menimbulkan adanya PHK. Apabila perusahaan tersebut adalah perusahaan besar, bisa dibayangkan berapa ribu orang yang akan di PHK, imbasnya pun mereka-mereka ini bisa mengalami pengangguran karena belum memperoleh pekerjaan baru.
Oleh karena itu setiap pemimpin perusahaan perlu memiliki kompetensi mendalam dalam mengelola perusahaannya. Apabila terdapat gejala perusahaan sedang sakit maka jangan ditunggu sampai parah, melainkan harus segera ditindaklanjuti dengan melakukan upaya atau strategi untuk menyehatkan perusahaan. Berikut ini akan dijelaskan gambaran ringkas mengenai bentuk-bentuk strategi penyehatan perusahaan. Namun demikian, strategi penyehatan perusahaan yang diketengahkan dalam tulisan ini adalah strategi penyehatan yang bersifat generik atau umum. Sebab strategi ini hampir selalu dibutuhkan oleh setiap perusahaan yang mengalami sakit secara umum.

2.2  STRATEGI PENYEHATAN PERUSAHAAN


Strategi penyehatan generik perusahaan terdiri dari 10 macam, yaitu pergantian manajemen, pengendalian keuangan, perubahan organisasi, reduksi biaya, reduksi aset, restrukturisasi hutang, reorientasi produk, peningkatan pemasaran, akuisisi, dan investasi (Suwarsono, 2006).
1). Pergantian Manajemen
Ketidaksehatan perusahaan sering juga disebabkan karena tidak cakapnya pucuk pimpinan manajemen dalam mengelola bisnis. Apabila hal ini terjadi maka pucuk pimpinan manajemen tidak lagi memiliki legitimasi politis dan profesi yang cukup untuk memutar balik perusahaan. Ia bahkan dapat menjadi satu-satunya tertuduh kegagalan dalam pengelolaan perusahaan. Berkaitan dengan hal tersebut, maka pucuk pimpinan manajemen perlu segera diganti. Pucuk pimpinan baru diharapkan memiliki legitimasi yang lebih dari cukup untuk melakukan perubahan orientasi strategi yang selama ini telah dimiliki perusahaan. Visi, misi, strategi dan budaya perusahaan yang lama telah terbukti gagal membawa pertumbuhan perusahaan. Secara riil, pucuk pimpinan baru diharapkan mampu membawa perubahan strategis yang komprehensif, bukan sekedar operasional yang sifatnya tambal sulam. Di samping itu, pergantian pucuk pimpinan juga memiliki makna simbolik, sebagai bukti hukuman yang layak diberikan pada kegagalan pucuk pimpinan yang lama. Orang yang menduduk pucuk pimpinan perusahaan bisa dari luar maupun dari dalam. Jika dari dalam harus dipilih dari sekian orang yang telah senior dan mempunyai pengalaman bekerja yang cukup lama untuk dipromosikan sebagai pucuk pimpinan baru. Jika dari luar, maka harus dipilih orang yang mempunyai tingkat pengetahuan akademis, ketrampilan yang tinggi, gaya dan peran kepemimpinan yang baik. Sangat tidak mungkin apabila pucuk pimpinan diduduki oleh orang yang tidak mempunyai keempat hal di atas (Suwarsono, 2006).
2). Pengndalian keuangan
Sentralisasi pengendalian keuangan menjadi salah satu hukum terpenting penyehatan perusahaan, tanpa memandang intensitas ketidaksehatan yang terjadi. Sebelum berpikir tentang efektivitas, manajemen terlebih dahulu memprioritaskan peningkatan efisiensi. Hampir pasti perusahaan yang sakit memiliki kinerja keuangan yang tidak menggembirakan, dan bahkan buruk. Secara umum, sentralisasi dan pengetatan anggaran ditujukan pada aliran kas, biaya material, biaya tenaga kerja langsung, biaya-biaya tidak langsung dan anggaran investasi. Pengetatan secara drastis biasanya diarahkan pada biaya tidak langsung, termasuk di dalamya biaya penelitian dan pengembangan. Perusahaan juga seringkali harus menunda investasi. Sentralisasi pengendalian keuangan dan efisiensi tidak sesederhana perumusannya. Perusahaan yang tidak sehat tidak memiliki budaya efisien. Justru karena tidak memiliki budaya tersebut, perusahaan menjadi tidak sehat. Oleh karena itu implementasi sentralisasi pengendalian keuangan hampir pasti tidak dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan partisipanoris. Dengan kata lain, pendekatan dari bawah tidak dapat digunakan dan lebih menggunakan pendekatan dari atas (Suwarsono, 2006).
3). Perubahan organisasi
Strategi perubahan organisasi tidak sama dengen kedua strategi di atas. Strategi perubahan organisasi tidak serta merta diperlukan pada awal proses penyehatan. Penerapan strategi ini secara ketat mengikuti apa yang dikatakan oleh Chandler (1962) bahwa struktur organisasi mengikuti strategi. Perubahan organisasi hanya terjadi setelah ada kebutuhan reorientasi strategi. Dengan demikian, struktur organisasi dilihat sebagai salah satu alat bantu mencapai tujuan perubahan strategi. Perubahan struktur organisasi juga dapat terkesan prematur ketika organisasi hanya diartikan sebatas kesinambungan antar bagian. Struktur organisasi baru dipahami ketika makna informal struktur tersebut dapat dikenali secara seksama. Struktur organisasi tidak mungkin dapat dipahami hanya dengan memperhatikan karakter formalnya saja. Untuk itu bila diperlukan perubahan hendaknya didasari dengan pertimbangan yang cermat dan hati-hati dan tidak perlu ditambahi dengan pertimbangan ketergesa-gesaan (Suwarsono, 2006).
4). Reduksi biaya
Strategi reduksi biaya memiliki kaitan erat dengan strategi sentralisasi pengendalian keuangan. Reduksi biaya dapat memiliki karakter strategis jika tujuan yang hendak dicapai adalah mencapai posisi yang lebih unggul dibandingkan pesaing. Perusahaan berhasil memiliki keunggulan biaya tidak saja dalam jumlah, akan tetapi juga dalam struktur. Strategi reduksi biaya memiliki peran yang signifikan ketika perusahaan menderita kerugian, khususnya jika jarak antara volume penjualan yang diraih mendekati titik impas. Sedikit saja reduksi biaya yang dilakukan, maka perusahaan tidak mengalami kerugian. Reduksi biaya material dapat dilakukan dengan cara perubahan strategi pembelian yang lebih efektif dan efisien. Reduksi biaya tenaga kerja dapat dilakukan dengan peningkatan produktifitas, dan jika diperlukan dapat dilakukan melalui pengurangan jumlah tenaga kerja (Suwarsono, 2006).
5). Reduksi aset
Reduksi aset sangat diperlukan bagi perusahaan yang memiliki krisis keuangan yang besar. Manajemen perusahaan harus dengan segera melakukan divestasi aset, tanpa mengkaitkan dengan strategi reorientasi produk. Mendesaknya divestasi dan penjualan aset dilatarbelakangi oleh tingginya kebutuhan perusahaan untuk memperoleh dana segar, yang merupakan salah satu syarat terpenting keberhasilan penyehatan perusahaan (Suwarsono, 2006).
6). Restrukturisasi hutang dan keuangan
Pada umumnya perusahaan sakit memiliki beban tetap bunga yang besar sebagai akibat kesalahan kebijakan keuangan yang tidak hati-hati. Perusahaan memiliki rasio hutang terhadap modal yang terlalu tinggi, dan melanggar kaidah umum yang normal yang biasanya dipegang dalam konteks manajemen keuangan. Jumlah hutang lebih besar dari modal yang dimiliki. Oleh karena itu restrukturisasi hutang perlu dilakukan, namun perusahaan juga perlu melakukan restrukturisasi portofolio investasi. Restrukturisasi hutang melibatkan proses negosiasi ulang tentang perjanjian hutang piutang antara perusahaan dengan pemberi kredit misalnya bank. Manajemen perlu melakukan peninjauan ulang terhadap jadwal pembayaran hutang sampai pada pengunduran jatuh tempo. Perubahan hutang jangka pendek menjadi jangka panjang juga perlu dilakukan. Sedangkan restrukturisasi keuangan mencakup kebijaksanaan alokasi arus keuangan kas maupun kredit yang diperlukan untuk penciptaan nilai tambah perusahaan, termasuk di dalamnya kebijakan distribusi keuangan bagi portofolio perusahaan. Jadi restrukturisasi keuangan memiliki pengertian yang jauh lebih luas dibandingkan dengan restrukturisasi hutang (Suwarsono, 2006).
7).Reorientasi produk
Strategi reorientasi produk juga tetap diterapkan jika sebab ketidaksehatan perusahaan karena manajemen keliru dalam menentukan target dan segmen pasar yang dituju. Strategi ini tepat dijalankan jika perusahaan mengalami pertumbuhan yang cepat, namun tidak diikuti pertumbuhan penjualan yang dapat menimbulkan berkurangnya laba perusahaan. Secara garis besar, strategi reorientasi produk meliputi pengurangan atau penambahan item dan lini produk; pengurangan atau penambahan konsumen yang dilayani, baik secara geografis maupun jenis; perubahan komposisi bauran penjualan dengan lebih memperhatikan satu jenis produk tertentu atau konsumen tertentu; modifikasi atribut produk; keluar atau memasuki segmen pasar tertentu. Secara praktis, reorientasi produk dapat diarahkan untuk keperluan pengurangan kerugian dan mempertahankan laba dalam jangka pendek atau ditujukan untuk mencapai pemulihan kesehatan perusahaan jangka panjang (Suwarsono, 2006).
8). Peningkatan program pemasaran
Perusahaan yang tidak sehat khususnya yang disebabkan oleh karena kesalahan professional manajemen, biasanya ditandai oleh rendahnya efektivitas implementasi program pemasaran, sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari rendahnya kinerja organisasi. Perencanaan pemasaran tidak dapat dijalankan sebagaimana yang diharapkan. Oleh karena itu manajemen memiliki kemungkinan untuk melakukan strategi peningkatan efektivitas program pemasaran tanpa harus melakukan perubahan perencanaan pemasaran secara signifikan. Tidak ada kesalahan yang signifikan yang dijumpai pada perencanaan. Akan tetapi, perencanaan tersebut tidak dapat diimplementasikan dengan hasil yang telah ditetapkan sebelumnya. Manajemen perusahaan perlu meningkatkan laba potensial yang dimiliki dengan tanpa perlu melakukan modifikasi produk dan segmen pasar yang dituju dengan hanya melakukan penyesuaian bauran pemasaran yang selama ini telah digunakan. Manajemen harus mencari kombinasi dan keseimbangan baru yang lebih pas terhadap berbagai variabel, meliputi lini dan atribut produk; saluran distribusi; program penjualan; harga; promosi; dan program pelayanan. Program penjualan dan harga adalah dua variabel yang lebih sering dipilih (Suwarsono, 2006).
9). Akuisisi
Akuisisi juga merupakan strategi yang dapat dipilih sebagai strategi penyehatan perusahaan, meskipun jarang ditemui implementasinya di lapangan. Biasanya strategi ini lebih tepat dipilih oleh perusahaan yang mempunyai kondisi bisnis statis, yaitu perusahaan yang sedang dalam tahapan krisis keuangan yang buruk. Di samping itu, pilihan terhadap strategi ini juga didasarkan pada pertimbangan percepatan waktu yang diperlukan dalam pemulihan kesehatan perusahaan. Dengan akuisisi, perusahaan memiliki peluang sehat dalam tempo yang relatif cepat. Akuisisi pada perusahaan sejenis atau masih mempunyai keterkaitan dalam kategori industri menjadikan perusahaan yang tidak sehat tersebut mempunyai efek komplementer. Perusahaan yang baru minimal bisa dijadikan patok duga atau benchmark kinerja bisnis. Akuisisi yang memiliki sifat lebih terdiversifikasi membuka peluang bagi perusahaan yang tidak sehat untuk memasuki produk-produk yang tentu saja masih memiliki peluang bisnis yang besar. Setidaknya lebih besar dibandingkan pasar yang telah dimasuki yang kini hampir ditinggalkan (Suwarsono, 2006).
10).           Investasi
Strategi investasi biasanya dilakukan oleh perusahaan tidak sehat yang telah diakuisisi terlebih dahulu oleh perusahaan lain. Jadi selama perusahaan yang tidak sehat tersebut tetap independen sebelum diakuisisi, perusahaan hampir mustahil mampu mengimplementasikan strategi investasi karena biasanya tidak lagi memiliki dana yang memadai. Keputusan melakukan investasi perlu dibuat oleh pemilik baru dan mungkin juga manajemen baru yang telah membeli perusahaan yang tidak sehat tersebut. Investasi dapat diwujudkan misalnya dengan peralatan produksi yang telah kadaluwarsa dengan harapan akan dapat diperoleh struktur biaya yang lebih rendah dibandingkan pada masa sebelumnya. Perusahaan berusaha bekerja dengan lebih efisien setelah memiliki alat produksi yang lebih baru, yang diusahakan bersamaan dengan pencapaian skala ekonomi yang lebih besar. Dengan demikian strategi investasi ini berjalan seiring dengan strategi reduksi biaya. Tidak kalah pentingnya juga diikuti oleh strategi pemasaran yang lebih agresif untuk mencapai volume penjualan yang lebih besar (Suwarsono, 2006).

ΓΌ  Proses Penyehatan
Langkah-langkah proses penyehatan, yaitu :
1.    Mengembalikan situasi yang serba tida teratur ke dalam beraturan
2.    Memberian penilaian secara menyeluruh tentang kemungkinan penarikan penghasilan dari piutang dagang, yang normalnya berjangka waktu pendek.
3.    Mulai dipikirkan kemungkinanmencari sumber tambahan penghasilan baru.
ΓΌ  Tahapan proses penyehatan, yaitu :
1.    Manajemen melakuan evaluasi menyeluruh. Yang biasanya memerlukan waktu satu bulan sampai tiga buian.
2.    Membuat rencana penyehatan. Yang biasanya memerlukan waktu satu bulan sampai enam bulan.
3.    Manajemen mengimplementasikan rencana penyehatan yang telah dibuat. Biasanya memerlukan waktu enam bulan sampai dua belas bulan.
4.    Manajemen membuat langkah stabilisasi perusahaan, biasanya memerlukan waktu enam bulan sampai dua belas bulan.
5.    Penyiapan ke arah pertumbuhan bisnis. Memerlukan waktu antara satu sampai dua tahun.

2.3 DIVESTASI

Divestasi adalah kebalikan dari investasi. Investasi diartikan sebagai penambahan aset yang dilakukan seseorang atau perusahaan dengan harapan memberikan keuntungan lebih besar. Sedangkan divestasi dapat dipahami sebagai pengurangan jenis aset yang dimiliki seseorang atau perusahaan. Namun, jangan dianggap divestasi berarti seseorang atau perusahaan mengalami kerugian atau kebangkrutan.
Pasalnya, divestasi ini bisa dibilang bertujuan untuk menambah keuntungan bagi orang atau perusahaan. Misalnya saja ketika seseorang yang berinvestasi di saham menjual sejumlah lot saham saat harga tinggi. Divestasi yang dilakukan ini akan menambah pendapatan investor tersebut.

v  Menurut Para Ahli, Divestasi Adalah

·         Benson et al. (1984)

Benson mengkategorikan divestasi sebagai sell-off dan spin-off.
Sell-off adalah menjual sebagian aset dari perusahaan induk, seperti anak perusahaan, divisi, atau lini produk kepada perusahaan lain.
Sedangkan spin-off adalah keadaan yang terjadi ketika sebuah perusahaan mendistribusikan seluruh saham biasa yang dimiliki pada sebuah anak cabang yang dikuasainya untuk shareholder aslinya.

·         Rosenfeld (1984)

Ahli ekonomi ini mendefinisikan divestasi sebagai sebuah langkah perubahan portofolio aset perusahaan dengan cara melakukan sell-offs ataupun spin-offs aset yang sudah tidak diinginkan lagi atau dirasa sudah tidak bermanfaat lagi.

·         Moin (2004)

Ia menyatakan bahwa divestasi adalah menjual sebagian unit bisnis atau anak perusahaan kepada pihak lain untuk mendapatkan dana segar dalam rangka menyehatkan perusahaan secara keseluruhan.

·         Linn & Rozeft (1984)

Ia mendefinisikan sell-off sebagai penjualan sub bagian, divisi, atau lini bisnis oleh suatu perusahaan ke perusahaan lain. Sell-off merupakan bentuk sederhana dari divestiture, proses yang merupakan kontraksi bagi perusahaan yang menjual namun menjadi alat untuk ekspansi bagi perusahaan yang membelinya.

·         Sudarsanam (1995)

Ia menyatakan bahwa divestasi merupakan kebalikan dari pertumbuhan sebagai akibat akuisisi dengan cara menjual sebagian bisnisnya untuk alasan yang berbeda-beda.

·         Motif Divestasi

Perusahaan atau seseorang yang melakukan divestasi didukung oleh berbagai motif, salah satunya mengurangi beban aset dan menambah pendapatan. Beban aset yang dimaksud contohnya adalah kepemilikan properti yang berarti ada pajak, biaya perawatan, dan lain-lain.
Selain keuntungan dan mengurangi beban, terdapat motif lain yang biasanya menjadi alasan perusahaan atau investor melakukan divestasi. Berikut beberapa motif tersebut.
1.      Perusahaan atau investor ingin fokus pada bisnis terbaik yang memberikan keuntungan tertinggi. Itu sebabnya kebanyakan divestasi dilakukan bukan pada aset utama.
2.      Menghasilkan keuntungan besar di saat yang tepat, seperti menjual bisnis, instrumen investasi saat harga tinggi, dan lainnya.
3.      Mengurangi potensi kerugian atau kegagalan yang lebih besar karena aset yang dijual tidak lagi menguntungkan.
William J. Gole dan Paul J. Hilger menyebutkan bahwa pertimbangan dilakukannya divestasi adalah sebagai berikut :
·         Penjualan unit yang berjalan dengan baik, tetapi tidak strategis. 
·         Penjualan unit yang tidak berjalan dengan baik yang merusak pertumbuhan yang terkonsolidasi dan profitabilitas.
·         Penjualan unit yang sehat atau dapat memberikan keuntungan untuk memperoleh uang tunai.
·         Penjualan unit yang diterima oleh pasar yang menyebabkan salah perkiraan seluruh perusahaan penjual

·         Metode Divestasi

Dalam melakukan divestasi ada berbagai metode atau cara. Paling umum dilakukan investor atau perusahaan adalah melalui penjualan aset. Namun, masih ada cara lain yang harus kita ketahui. Secara umum, metode divestasi dibagi dalam empat jenis. Berikut penjelasannya.

1. Metode penjualan

Penjualan menjadi tipe paling umum dari kegiatan pengurangan aset. Divestasi yang paling sering dilakukan sebuah perusahaan adalah penjualan divisi, unit bisnis, atau penjualan segmen atau sekelompok aset ke perusahaan lain.
Pembeli pada umumnya tidak selalu membayar tunai. Nah, untuk alasan melakukan metode ini adalah:
·         Penjualan aset menjadi pertahanan terhadap pengambilalihan yang tidak bersahabat.
·         Penjualan aset memberikan dana tunai untuk perusahaan yang dilikuidasi.

2. Metode spin-off

Dalam metode ini perusahaan induk mengubah sebuah divisi menjadi entitas (unit usaha lain yang masih satu buku akuntansi dengan perusahaan induk) yang terpisah. Lewat spin-off, saham entitas akan dibagikan kepada pemegang saham perusahaan induk.
Meski masuk kategori divestasi, spin-off dan metode penjualan berbeda karena:
·         Perusahaan induk tidak mendaoatkan dana tunai dari spin-off seperti pada penjualan.
·         Pemegang saham awal dari divisi yang dipisahkan tetap sama dengan pemegang saham perusahaan induk.

3. Metode carve-out

Metode ini berarti perusahaan induk mengubah sebuah divisi menjadi entitas yang terpisah. Tidak seperti dalam spin-off di mana entitas masih satu buku akuntansi dengan perusahaan induk, dalam metode ketiga ini saham entitas akan dijual ke masyarakat.
Artinya, pemegang saham bukan hanya pemilik saham pada perusahaan induk di awal, tetapi menambah jumlah pemilik saham. Umumnya nih, pemegang saham perusahaan induk mempertahankan kepemilikan mayoritasnya di entitas baru tersebut.

4. Metode tracking stock

Dalam metode terakhir ini diartikan sebagai cara menerbitkan tracking stock yang bertujuan menelusuri kinerja divisi tertentu dalam perusahaan. Contohnya pembagian dividen yang jumlahnya tergantung pada kinerja divisi tersebut.
Divisi yang memiliki tracking stock tetap menjadi bagian dari perusahaan induk, meskipun sahamnya diperdagangkan secara terpisah dengan perusahaan induk.

2.4 DAMPAK DIVESTASI

Divestasi yang dilakukan khususnya oleh perusahaan berdampak langsung pada penerimaan kas. Namun dampak ini masuk kategori dampak jangka pendek.
Suatu perusahaan yang melakukan divestasi biasanya akan membukukan hasil penjualan dalam laporan keuangan. Nantinya, dalam laporan laba/rugi penjualan tersebut masuk pos penjualan lainnya dan akan meningkatkan laba bersih perusahaan.
Berikut ini dua dampak lain dari divestasi bagi perusahaan.

1. Rebalancing pada neraca keuangan                                  

Ketika perusahaan melakukan divestasi lini bisnis usaha, perusahaan juga menyerahkan sejumlah nilai aset kepada pembeli lini bisnis usaha tersebut. Sehingga, aset perusahaan akan berkurang.
Di sisi lain, utang yang dibawa perusahaan juga akan berpindah tangan kepada perusahaan lain yang membeli lini bisnis tersebut. Namun, kondisi ini dikecualikan jika ada pernyataan dalam kontrak antara kedua belah pihak terkait utang lini bisnis.

2. Perusahaan kehilangan potensi pendapatan                                           

Kalau yang ini sudah pasti menjadi dampak jangka panjang bagi perusahaan yang melakukan divestasi. Perusahaan yang melakukan divestasi akan kehilangan potensi pendapatan di masa depan.
Perusahaan hanya mendapatkan uang dari hasil divestasi berupa penjualan. Selain itu kemungkinan utang perusahaan juga berkurang. Tetapi, otomatis pendapatan dari lini bisnis yang dijual tidak akan didapatkan lagi.

 2.5  STRATEGI PEMIMPIN PASAR

Tujuan dari strategi bertahan adalah untuk mengurangi kemungkinan serangan, mengalihkan serangan ke daerah yang kurang berbahaya, dan memperkecil intensitasnya. Ada enam strategi pertahanan militer yang bisa digunakan oleh pemimpin pasar, yaitu:
a.       Pertahanan Posisi (Position Defense) Bentuk pertahanan yang paling mendasar adalah dengan membangun benteng yang kokoh dan sulit direbut di sekitar daerah kekuasaan. Namun, bila hanya mempertahankan atau menjaga posisi atau produk saat ini saja, itu merupakan suatu kesalahan besar (salah satu bentuk marketing myopia). Henry Ford dengan mobil hitam model T-nya yang jaya di awal abad 20 akhirnya jatuh, karena tetap mempertahafnkan mobil model T padahal pembeli sudah menuntut model yang bervariasi. Pertahanan yang bijaksana adalah dengan diversifikasi usaha, agar apabila satu unit bisnis dapat diserang, perusahaan tidak langsung mati. Bahkan perusahaan sebesar Coca-Cola pun merasa perlu melakukan diversifikasi ke peralatan penyulingan air dan plastik, serta membeli perusahaan sari buah.
b.      Pertahanan Samping (Flanking Defense) Selain menjaga daerah kekuasaannya, pemimpin pasar juga perlu membangun pos-pos pertahanan di luar daerahnya untuk melindungi front yang lemah atau sebagai pangkalan penyerangan dalam serangan balik. Beberapa supermarket yang membuat sendiri roti atau makanan lain untuk memperkuat bauran berbagai makanan ecerannya merupakan contoh dari pertahanan samping ini. Pertahanan seperti ini juga tidak ada artinya jika dilakukan setengah-setengah. Kegagalan Ford dan General Motor menangkis serbuan mobil-mobil ukuran kecil dari Jepang dan Eropa adalah karena mereka separuh hati dalam merancang mobil ukuran kecil Vega dan Pinto. Penilaian yang cermat terhadap setiap ancaman potensial harus dilakukan, dan bila membahayakan, dibutuhkan komitmen serius untuk menangkis ancaman tersebut. Contoh lainnya adalah Unilever yang meluncurkan beberapa merek untuk produk yang sama, tetapi ditujukan kepada segmen-segmen yang berbeda. Di antara merek-merek tersebut adalah Lux, Citra, Vinolia, dan Lifebuoy (sabun), serta Rexona, Impuls, Denim, dan Vinolia (deodoran).
c.        Pertahanan Aktif Mendahului (Preemptive Defense) Manuver pertahanan yang lebih agresif adalah menyerang lawan sebelum lawan tersebut menyerang. Sistem pertahanan seperti ini mengandung satu pesan bahwa mencegah lebih baik daripada mengobati. Misalnya pemimpin pasar dapat menyerang pesaing yang pangsa pasarnya sedang menuju suatu tingkat yang membahayakan atau dapat juga ia melakukan gerilya, yaitu dengan memukul satu pesaing di sini, pesaing lain di tempat lain, dan seterusnya, serta membiarkan masingmasing kehilangan keseimbangan.
d.      Pertahanan ofensif ini juga dapat dengan merangkum pasar dalam Skala luas (grand market envelopment). Thompson dan Strickland (1990) menggunakan istilah preemptive strikes, yang menurut mereka bertujuan urttuk memperoleh posisi menguntungkan yang tidak dapat diduplikasi oleh lawan. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu: 1. Memperluas kapasitas produksi hingga melampaui permintaan pasar, sehingga lawan tidak berani memperluas kapasitasnya karena khawatir akan terjadi kondisi penawaran berlimpah. 2. Mengikat sumber bahan mentah terbaik (terbesar) dan/atau pemasok yang terpercaya dan berkualitas tinggi dengan cara kontrak jangka panjang atau integrasi vertikal ke belakang. 3. Melayani pelanggan yang prestisius. 4. Mencari lokasi-lokasi geografis yang terbaik, misalnya dekat dengan pasokan bahan mentah, dekat dengan pasar, tempat yang biaya transportasinya murah, dan sebagainya. 5. Berusaha mendapatkan akses yang dominan atau eksklusif terhadap distributor terbaik dalam suatu daerah yang dimasuki. Kadangkala serangan aktif mendahului ini diadakan secara psikologis saja. Dengan kata lain, pemimpin pasar mengirim pesan agar pesaing tidak menyerang. Tentu saja metode ini tidak selalu berhasil. Beberapa perusahaan besar malah menyadari bahwa memilih sistem pertahanan ini yang terlalu luas sering tidak menguntungkan. Beberapa perusahaan ada yang= sengaja memancing lawan untuk menyerang dengan biaya yang mahal supaya lawannya itu merugi dalam jangka panjang. Pertahanan Serangan Balik (Counteroffensive Defense) Bila sebuah perusahaan pemimpin pasar diserang, maka reaksi pertamanya adalah membalas serangan itu. Pemimpin pasar ini memiliki pilihan strategi untuk menghadapi serangan secara frontal atau manuver untuk menyerang lambung lawan, atau melancarkan gerakan menjepit untuk memutuskan serangan dari pangkalan operasinya. Kadang-kadang pangsa pasar dari pemimpin pasar menyusut dengan sangat cepat, sehingga memang perlu diambil tindakan balasan. Namun perusahaan pemimpin pasar yang mempunyai keunggulan strategi seringkali dapat memulai serangan atau membalas serangan secara efektif hanya pada waktu-waktu tertentu. Dalam situasi tertentu, membiarkan serangan lawan berkembang dulu sebelum membalas merupakan strategi yang dibutuhkan untuk menyusun rencana serangan balik. Strategi menunggu ini kelihatannya berbahaya, namun sebenarnya dengan strategi ini perusahaan dapat mengidentifikasi celah-celah atau kelemahan dari tindakan lawan. Jika daerah pemimpin pasar diserang, maka tindakan balasan yang efektif adalah masuk ke daerah utama lawan sehingga sebagian pasukan penyerang harus kembali untuk mempertahankan wilayahnya. Contoh penerapan strategi ini adalah ketika Unilever mengubah semboyan Rinso dari 'mencuci sendid' menjadi 'mencuci tanpa mengucek' sebagai reaksi atas kampanye Man Attack yang berbunyi 'mencuci dengan sedikit mengucek'.
e.       Pertahanan Bergerak (Mobile Defense) Pertahanan bergerak ini dilakukan dengan jalan memperluas daerah penjualan yang di masa depan dapat dipakai sebagai basis penyerangan atau pertahanan. Perluasan daerah ini dapat dilakukan dengan cara: 1. Perluasan pasar, yang menuntut perusahaan agar mengalihkan perhatiannya dari produk yang sudah ada ke kebutuhan umum yang mendasar dan banyak melibatkan R&D (Research and Development) untuk mengembangkan teknologi sehubungan dengan kebutuhan tersebut. Namun strategi ini jangan sampai menyalahi 2 prinsip. Prinsip pertama adalah prinsip sasaran, yaitu sasaran yang ingin dicapai harus jelas dan realistis. Prinsip kedua adalah prinsip massa, yaitu mengkonsentrasikan semua usaha pada pusat kelemahan lawan. Bila yang menjadi tujuan adalah usaha energi, maka ini terlalu luas, karena hampir semua bidang dapat masuk ke dalamnya. Perluasan yang terlalu gencar malah dapat mengurangi kekuatan perusahaan dalam persaingan saat ini. 2. Diversifikasi pasar ke beberapa industri yang tidak saling berkaitan merupakan pilihan lain dalam rangka membangun keunggulan strategi.
f.       Pertahanan Penciutan (Contraction Defense) Perusahaan besar harus menyadari bahwa tidak mungkin seluruh daerah penjualan dipertahankan. Kekuatan yang terlalu menyebar menyebabkan pertahanan di masing-masing daerah berkurang. Maka jalan terbaik adalah dengan kontraksi. Kontraksi yang terencana bukanlah suatu tindakan menyerah, namun merupakan upaya melepaskan daerah penjualan yang 'kurus' dan mengatur kembali kekuatan di daerah penjualan yang 'gemuk'. Strategi ini merupakan konsolidasi kekuatan bersaing perusahaan di pasar serta memusatkan sumber daya pada posisi-posisi yang penting. Salah satu Contoh perusahaan yang pernah menerapkannya adalah Matsushita Electric yang memangkas lini produknya.


BAB III

PENUTUP

 

3.1 KESIMPULAN

Penurunan kinerja perusahaan dibedakan dalam kategori operasional dan strategis serta dikaitkan dengan visi dan misi perusahaan yang terlebih dulu ditetapkan. Visi merupakan gambaran yang akan dicapai oleh perusahaan di masa yang akan datang, sedangkan misi merupakan upaya perusahaan dalam mencapai visi yang diinginkan.
Perusahaan yang dikatakan sakit juga mempunyai gejala. Gejala mempunyai pengertian yang berbeda dengan sebab perusahaan sakit. Gejala semata-mata hanya merupakan tanda-tanda adanya ketidaksehatan perusahaan yang mengindikasikan perusahaan dalam keadaan sakit. Sedangkan sebab perusahaan yang sakit lebih menunjuk pada variabel yang bertanggung jawab menjadikan perusahaan itu menderita sakit.
Divestasi ini bisa dibilang bertujuan untuk menambah keuntungan bagi orang atau perusahaan. Misalnya saja ketika seseorang yang berinvestasi di saham menjual sejumlah lot saham saat harga tinggi. Divestasi yang dilakukan ini akan menambah pendapatan investor tersebut.
Tujuan dari strategi bertahan adalah untuk mengurangi kemungkinan serangan, mengalihkan serangan ke daerah yang kurang berbahaya, dan memperkecil intensitasnya.

DAFTAR PUSTAKA