MAKALAH
MANAJEMEN STRATEGIK
STRATEGI
PENYEHATAN DAN DIVESTASI
STRATEGI
PERUSAHAAN PEMIMPIN PASAR
DISUSUN
OLEH :
IMROATUS
SHOLEHA
(C1B018147)
DOSEN
PENGAMPU:
Dr.
MUSNAINI, SE., MM
PROGRAM
STUDI MANAJEMEN
FAKULTAS
EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS
JAMBI
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-NYA sehingga makalah ini dapat tersusun
hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih kepada
Dosen Pengampu Ibu Dr. MUSNAINI, SE., MM dan bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga
makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, untuk
ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi
lebih baik lagi.
Karena keterbatasan
pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak kekurangan dalam
makalah ini.Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Jambi, Maret 2020
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Perusahaan
merupakan organisasi bisnis yang menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan
konsumen dan bertujuan mencari laba (Ranupandojo, 1990). Hampir tidak ada satu
perusahaan pun di dunia ini yang tidak mempunyai tujuan mencari laba. Dalam
manghasilkan produk dan jasa yang dibutuhkan oleh konsumen, perusahaan juga
selalu berusaha memberikan kepuasan dan nilai lebih kepada konsumen di
bandingkan kepuasan dan nilai yang diberikan oleh pesaing (Kotler dan
Amastrong, 2003).
Perusahaan
dalam menjalankan aktivitas bisnisnya tidak selalu pada masa kejayaan,
terkadang mengalami penurunan dan pemulihan kembali. Namun ada kalanya juga
suatu perusahaan yang telah berdiri bertahun-tahun tidak pernah mengalami
kemajuan dan bahkan terus menurun hingga akhirnya tutup. Perusahaan yang tidak
mengalami kemajuan dan penurunan inilah yang dikatakan sebagai perusahaan yang
sakit. Cameron (1987; dalam Suwarsono, 2006) menyatakan bahwa perusahaan yang
sakit adalah suatu perusahaan yang secara absolut dan substansial mengalami
penurunan sumber daya dalam suatu periode tertentu. Pengertian ini mengandung
makna bahwa yang mengalami penurunan sumber daya bukan lingkungan bisnisnya,
akan tetapi lebih pada perusahaanya. Perusahaan belum tentu sakit ketika
lingkungan bisnisnya tidak lagi menunjang sebagaimana masa sebelumnya. Di
samping itu, penurunan sumber daya perusahaan haruslah bersifat signifikan dan
bukan dalam pengertian yang tidak berarti, dan terjadi dalam satu periode
tertentu, bukan hanya pada satu waktu saja (Suwarsono, 2006).
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian dari strategi
penyehatan perusahaan?
2. Apa saja strategi dalam penyehatan
perusahaan?
3. Apa pengetian Divestasi?
4. Apa saja dampak yang ditimbulkan
dari divestasi?
5. Apa pengertian dari strategi
perusahaan pemimpin pasar?
1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian strategi
penyehatan perusahaan
2. Untuk mengetahui apa saja strategi
yang dapat dilakukan untuk penyehatan perusahaan
3. Untuk mengetahui pengertian
divestasi
4. Untuk mengetahui dampak apa saja
yang ditimbulkan akibat dari divestasi
5. Untuk mengetahui apa
itu strategi perusahaan pemimpin pasar
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN STARTEGI PENYEHATAN PERUSAHAAN
Menurut
Bibeault (1999; dalam Suwarsono, 2006), secara ekonomis suatu perusahaan
dikatakan tidak sehat jika tingkat pengembalian investasinya secara signifikan
dan terus menerus lebih rendah dibandingkan investasi yang serupa. Secara
manajerial, perusahaan dikatakan sakit jika selama beberapa tahun mengalami
penurunan laba, tanpa harus diartikan secara terus menerus.
Penurunan
kinerja perusahaan dibedakan dalam kategori operasional dan strategis serta
dikaitkan dengan visi dan misi perusahaan yang terlebih dulu ditetapkan. Visi
merupakan gambaran yang akan dicapai oleh perusahaan di masa yang akan datang,
sedangkan misi merupakan upaya perusahaan dalam mencapai visi yang diinginkan
(Hariadi, 2005). Berkaitan dengan kinerja operasional perusahaan, hal ini lebih
banyak bersinggungan dengan ukuran keuangan dan cenderung berdimensi waktu
relatif pendek, sedangkan kinerja strategis lebih banyak bersinggungan dengan
pemasaran dan cenderung berdimensi waktu yang relatif panjang. Kinerja
operasional dapat meliputi pertumbuhan penjualan, pertumbuhan laba, tingginya
deviden, margin keuntungan, tingkat aliran kas, tingginya harga saham, ragam
sumber penjualan, perusahaan blue chip, dan stabilitas penjualan. Kinerja
strategis meliputi penguasaan pangsa pasar, urutan perusahaan dalam industri,
tingginya kualitas barang, rendahnya biaya produksi, ragam produk, reputasi
(citra) perusahaan, kualitas pelayanan kepada konsumen, keunggulan teknologi
yang dimiliki, dan jangkauan wilayah pemasaran (Suwarsono, 2006; Hariadi, 2005;
Purwanto, 2007).
Perusahaan yang dikatakan sakit juga mempunyai gejala. Gejala mempunyai
pengertian yang berbeda dengan sebab perusahaan sakit. Gejala semata-mata hanya
merupakan tanda-tanda adanya ketidaksehatan perusahaan yang mengindikasikan
perusahaan dalam keadaan sakit. Sedangkan sebab perusahaan yang sakit lebih
menunjuk pada variabel yang bertanggung jawab menjadikan perusahaan itu
menderita sakit (Suwarsono, 2006). Kesulitan mengenali gejala ketidaksehatan
perusahaan juga bisa terjadi, hal ini disebabkan oleh eksekutif yang cenderung
mengabaikan gejala-gejala awal yang dianggap biasa saja. Para eksekutif
cenderung menunggu-nunggu sampai gejala tersebut muncul ke permukaan. Mengakui
perusahaan yang sakit bukanlah hal yang mudah dilakukan oleh para eksekutif
perusahaan, karena berkaitan langsung dengan penilaian kinerja pemegang saham.
Selain itu secara politis juga mengandung resiko besar, yaitu diberhentikan
dari jabatan. Oleh karena itu tidak heran kita sering melihat banyak perusahaan
berdiri bertahun-tahun namun tiba-tiba sakit keras secara mendadak dan akhirnya
tutup.
·
Tanda Perusahaan Tidak Sehat
ü Ketidakcukupan kas
ü Keterbatasan likwiditas
ü Pengurangan modal kerja
ü Utang dagang membengkak
ü Piutang dagang meningkat
ü Penurunan ROI (Return on invesment)
ü Penjualan mendatar
Mengenali gejala ketidaksehatan perusahaan juga seringkali
dipengaruhi oleh sudut pandang yang melihat dan kepentingannya, tergantung pada
kaca mata yang digunakan. Orang dalam dan luar perusahaan mungkin menemukan
gejala yang berbeda. Bahkan sesama orang dalam juga dapat merasakan gejala yang
tidak sama. Orang awam mungkin menafsirkan jika ada perusahaan yang secara
mendadak mengalami pergantian pucuk pimpinan dan juga misalnya terancam
diakuisisi oleh perusahaan lain sebagai perusahaan yang menderita sakit.
Pemasok mungkin melihat keterlambatan pembayaran merupakan tanda
ketidaksehatan. Analisis juga melihatnya pada tingkat perkembangan saham.
Karyawan perusahaan bisa jadi lebih memberikan perhatian pada penurunan
kesejahteraan dan kelumpuhan manajamen. Sedangkan manajemen bisa memperhatikan
data lebih detail, dengan mengevaluasi misalnya pangsa pasar yang dikuasai,
laba yang diperoleh, likuiditas perusahaan, dan tingkat penjualan yang diraih
(Suwarsono, 2006; Hariadi, 2005; Gitosudarmo, 1999).
Berdasarkan penjelasan di atas, apapun jenis perusahaannya
bahwa yang namanya ketidaksehatan perusahaan perlu segera ditangani agar tidak
menyebabkan perusahaan mengalami penutupan. Dalam melakukan penyehatan perusahaan
juga diperlukan langkah-langkah strategis yang tepat agar perusahaan dapat
kembali pulih. Artinya strategi-strategi penyehatan perusahaan perlu
diperhatian dan perlu dilakukan oleh setiap pimpinan perusahaan, agar
perusahaan yang mengalami sakit tidak berlarur-larut sampai menyebabkan
perusahaan mengalami penutupan. Perusahaan yang mengalami penutupan akan
memiliki banyak konsekuensi, pertama modal disetor akan terbuang sia-sia karena
perusahaan mengalami sakit dan tutup. Kedua citra perusahaan juga akan
mengalami kesan negatif dimata konsumen dan dimata stake holder lainnya. Ketiga
perusahaan yang tutup dapat dipastikan akan menimbulkan adanya PHK. Apabila
perusahaan tersebut adalah perusahaan besar, bisa dibayangkan berapa ribu orang
yang akan di PHK, imbasnya pun mereka-mereka ini bisa mengalami pengangguran
karena belum memperoleh pekerjaan baru.
Oleh karena itu setiap pemimpin perusahaan perlu memiliki
kompetensi mendalam dalam mengelola perusahaannya. Apabila terdapat gejala
perusahaan sedang sakit maka jangan ditunggu sampai parah, melainkan harus
segera ditindaklanjuti dengan melakukan upaya atau strategi untuk menyehatkan
perusahaan. Berikut ini akan dijelaskan gambaran ringkas mengenai bentuk-bentuk
strategi penyehatan perusahaan. Namun demikian, strategi penyehatan perusahaan
yang diketengahkan dalam tulisan ini adalah strategi penyehatan yang bersifat
generik atau umum. Sebab strategi ini hampir selalu dibutuhkan oleh setiap
perusahaan yang mengalami sakit secara umum.
2.2 STRATEGI PENYEHATAN PERUSAHAAN
Strategi penyehatan generik perusahaan terdiri dari 10 macam, yaitu pergantian manajemen, pengendalian keuangan, perubahan organisasi, reduksi biaya, reduksi aset, restrukturisasi hutang, reorientasi produk, peningkatan pemasaran, akuisisi, dan investasi (Suwarsono, 2006).
1).
Pergantian Manajemen
Ketidaksehatan perusahaan sering juga disebabkan karena tidak cakapnya pucuk pimpinan manajemen dalam mengelola bisnis. Apabila hal ini terjadi maka pucuk pimpinan manajemen tidak lagi memiliki legitimasi politis dan profesi yang cukup untuk memutar balik perusahaan. Ia bahkan dapat menjadi satu-satunya tertuduh kegagalan dalam pengelolaan perusahaan. Berkaitan dengan hal tersebut, maka pucuk pimpinan manajemen perlu segera diganti. Pucuk pimpinan baru diharapkan memiliki legitimasi yang lebih dari cukup untuk melakukan perubahan orientasi strategi yang selama ini telah dimiliki perusahaan. Visi, misi, strategi dan budaya perusahaan yang lama telah terbukti gagal membawa pertumbuhan perusahaan. Secara riil, pucuk pimpinan baru diharapkan mampu membawa perubahan strategis yang komprehensif, bukan sekedar operasional yang sifatnya tambal sulam. Di samping itu, pergantian pucuk pimpinan juga memiliki makna simbolik, sebagai bukti hukuman yang layak diberikan pada kegagalan pucuk pimpinan yang lama. Orang yang menduduk pucuk pimpinan perusahaan bisa dari luar maupun dari dalam. Jika dari dalam harus dipilih dari sekian orang yang telah senior dan mempunyai pengalaman bekerja yang cukup lama untuk dipromosikan sebagai pucuk pimpinan baru. Jika dari luar, maka harus dipilih orang yang mempunyai tingkat pengetahuan akademis, ketrampilan yang tinggi, gaya dan peran kepemimpinan yang baik. Sangat tidak mungkin apabila pucuk pimpinan diduduki oleh orang yang tidak mempunyai keempat hal di atas (Suwarsono, 2006).
Ketidaksehatan perusahaan sering juga disebabkan karena tidak cakapnya pucuk pimpinan manajemen dalam mengelola bisnis. Apabila hal ini terjadi maka pucuk pimpinan manajemen tidak lagi memiliki legitimasi politis dan profesi yang cukup untuk memutar balik perusahaan. Ia bahkan dapat menjadi satu-satunya tertuduh kegagalan dalam pengelolaan perusahaan. Berkaitan dengan hal tersebut, maka pucuk pimpinan manajemen perlu segera diganti. Pucuk pimpinan baru diharapkan memiliki legitimasi yang lebih dari cukup untuk melakukan perubahan orientasi strategi yang selama ini telah dimiliki perusahaan. Visi, misi, strategi dan budaya perusahaan yang lama telah terbukti gagal membawa pertumbuhan perusahaan. Secara riil, pucuk pimpinan baru diharapkan mampu membawa perubahan strategis yang komprehensif, bukan sekedar operasional yang sifatnya tambal sulam. Di samping itu, pergantian pucuk pimpinan juga memiliki makna simbolik, sebagai bukti hukuman yang layak diberikan pada kegagalan pucuk pimpinan yang lama. Orang yang menduduk pucuk pimpinan perusahaan bisa dari luar maupun dari dalam. Jika dari dalam harus dipilih dari sekian orang yang telah senior dan mempunyai pengalaman bekerja yang cukup lama untuk dipromosikan sebagai pucuk pimpinan baru. Jika dari luar, maka harus dipilih orang yang mempunyai tingkat pengetahuan akademis, ketrampilan yang tinggi, gaya dan peran kepemimpinan yang baik. Sangat tidak mungkin apabila pucuk pimpinan diduduki oleh orang yang tidak mempunyai keempat hal di atas (Suwarsono, 2006).
2).
Pengndalian keuangan
Sentralisasi pengendalian keuangan menjadi salah satu hukum terpenting penyehatan perusahaan, tanpa memandang intensitas ketidaksehatan yang terjadi. Sebelum berpikir tentang efektivitas, manajemen terlebih dahulu memprioritaskan peningkatan efisiensi. Hampir pasti perusahaan yang sakit memiliki kinerja keuangan yang tidak menggembirakan, dan bahkan buruk. Secara umum, sentralisasi dan pengetatan anggaran ditujukan pada aliran kas, biaya material, biaya tenaga kerja langsung, biaya-biaya tidak langsung dan anggaran investasi. Pengetatan secara drastis biasanya diarahkan pada biaya tidak langsung, termasuk di dalamya biaya penelitian dan pengembangan. Perusahaan juga seringkali harus menunda investasi. Sentralisasi pengendalian keuangan dan efisiensi tidak sesederhana perumusannya. Perusahaan yang tidak sehat tidak memiliki budaya efisien. Justru karena tidak memiliki budaya tersebut, perusahaan menjadi tidak sehat. Oleh karena itu implementasi sentralisasi pengendalian keuangan hampir pasti tidak dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan partisipanoris. Dengan kata lain, pendekatan dari bawah tidak dapat digunakan dan lebih menggunakan pendekatan dari atas (Suwarsono, 2006).
Sentralisasi pengendalian keuangan menjadi salah satu hukum terpenting penyehatan perusahaan, tanpa memandang intensitas ketidaksehatan yang terjadi. Sebelum berpikir tentang efektivitas, manajemen terlebih dahulu memprioritaskan peningkatan efisiensi. Hampir pasti perusahaan yang sakit memiliki kinerja keuangan yang tidak menggembirakan, dan bahkan buruk. Secara umum, sentralisasi dan pengetatan anggaran ditujukan pada aliran kas, biaya material, biaya tenaga kerja langsung, biaya-biaya tidak langsung dan anggaran investasi. Pengetatan secara drastis biasanya diarahkan pada biaya tidak langsung, termasuk di dalamya biaya penelitian dan pengembangan. Perusahaan juga seringkali harus menunda investasi. Sentralisasi pengendalian keuangan dan efisiensi tidak sesederhana perumusannya. Perusahaan yang tidak sehat tidak memiliki budaya efisien. Justru karena tidak memiliki budaya tersebut, perusahaan menjadi tidak sehat. Oleh karena itu implementasi sentralisasi pengendalian keuangan hampir pasti tidak dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan partisipanoris. Dengan kata lain, pendekatan dari bawah tidak dapat digunakan dan lebih menggunakan pendekatan dari atas (Suwarsono, 2006).
3). Perubahan
organisasi
Strategi perubahan organisasi tidak sama dengen kedua strategi di atas. Strategi perubahan organisasi tidak serta merta diperlukan pada awal proses penyehatan. Penerapan strategi ini secara ketat mengikuti apa yang dikatakan oleh Chandler (1962) bahwa struktur organisasi mengikuti strategi. Perubahan organisasi hanya terjadi setelah ada kebutuhan reorientasi strategi. Dengan demikian, struktur organisasi dilihat sebagai salah satu alat bantu mencapai tujuan perubahan strategi. Perubahan struktur organisasi juga dapat terkesan prematur ketika organisasi hanya diartikan sebatas kesinambungan antar bagian. Struktur organisasi baru dipahami ketika makna informal struktur tersebut dapat dikenali secara seksama. Struktur organisasi tidak mungkin dapat dipahami hanya dengan memperhatikan karakter formalnya saja. Untuk itu bila diperlukan perubahan hendaknya didasari dengan pertimbangan yang cermat dan hati-hati dan tidak perlu ditambahi dengan pertimbangan ketergesa-gesaan (Suwarsono, 2006).
Strategi perubahan organisasi tidak sama dengen kedua strategi di atas. Strategi perubahan organisasi tidak serta merta diperlukan pada awal proses penyehatan. Penerapan strategi ini secara ketat mengikuti apa yang dikatakan oleh Chandler (1962) bahwa struktur organisasi mengikuti strategi. Perubahan organisasi hanya terjadi setelah ada kebutuhan reorientasi strategi. Dengan demikian, struktur organisasi dilihat sebagai salah satu alat bantu mencapai tujuan perubahan strategi. Perubahan struktur organisasi juga dapat terkesan prematur ketika organisasi hanya diartikan sebatas kesinambungan antar bagian. Struktur organisasi baru dipahami ketika makna informal struktur tersebut dapat dikenali secara seksama. Struktur organisasi tidak mungkin dapat dipahami hanya dengan memperhatikan karakter formalnya saja. Untuk itu bila diperlukan perubahan hendaknya didasari dengan pertimbangan yang cermat dan hati-hati dan tidak perlu ditambahi dengan pertimbangan ketergesa-gesaan (Suwarsono, 2006).
4). Reduksi
biaya
Strategi reduksi biaya memiliki kaitan erat dengan strategi sentralisasi pengendalian keuangan. Reduksi biaya dapat memiliki karakter strategis jika tujuan yang hendak dicapai adalah mencapai posisi yang lebih unggul dibandingkan pesaing. Perusahaan berhasil memiliki keunggulan biaya tidak saja dalam jumlah, akan tetapi juga dalam struktur. Strategi reduksi biaya memiliki peran yang signifikan ketika perusahaan menderita kerugian, khususnya jika jarak antara volume penjualan yang diraih mendekati titik impas. Sedikit saja reduksi biaya yang dilakukan, maka perusahaan tidak mengalami kerugian. Reduksi biaya material dapat dilakukan dengan cara perubahan strategi pembelian yang lebih efektif dan efisien. Reduksi biaya tenaga kerja dapat dilakukan dengan peningkatan produktifitas, dan jika diperlukan dapat dilakukan melalui pengurangan jumlah tenaga kerja (Suwarsono, 2006).
Strategi reduksi biaya memiliki kaitan erat dengan strategi sentralisasi pengendalian keuangan. Reduksi biaya dapat memiliki karakter strategis jika tujuan yang hendak dicapai adalah mencapai posisi yang lebih unggul dibandingkan pesaing. Perusahaan berhasil memiliki keunggulan biaya tidak saja dalam jumlah, akan tetapi juga dalam struktur. Strategi reduksi biaya memiliki peran yang signifikan ketika perusahaan menderita kerugian, khususnya jika jarak antara volume penjualan yang diraih mendekati titik impas. Sedikit saja reduksi biaya yang dilakukan, maka perusahaan tidak mengalami kerugian. Reduksi biaya material dapat dilakukan dengan cara perubahan strategi pembelian yang lebih efektif dan efisien. Reduksi biaya tenaga kerja dapat dilakukan dengan peningkatan produktifitas, dan jika diperlukan dapat dilakukan melalui pengurangan jumlah tenaga kerja (Suwarsono, 2006).
5). Reduksi
aset
Reduksi aset sangat diperlukan bagi perusahaan yang memiliki krisis keuangan yang besar. Manajemen perusahaan harus dengan segera melakukan divestasi aset, tanpa mengkaitkan dengan strategi reorientasi produk. Mendesaknya divestasi dan penjualan aset dilatarbelakangi oleh tingginya kebutuhan perusahaan untuk memperoleh dana segar, yang merupakan salah satu syarat terpenting keberhasilan penyehatan perusahaan (Suwarsono, 2006).
Reduksi aset sangat diperlukan bagi perusahaan yang memiliki krisis keuangan yang besar. Manajemen perusahaan harus dengan segera melakukan divestasi aset, tanpa mengkaitkan dengan strategi reorientasi produk. Mendesaknya divestasi dan penjualan aset dilatarbelakangi oleh tingginya kebutuhan perusahaan untuk memperoleh dana segar, yang merupakan salah satu syarat terpenting keberhasilan penyehatan perusahaan (Suwarsono, 2006).
6).
Restrukturisasi hutang dan keuangan
Pada umumnya perusahaan sakit memiliki beban tetap bunga yang besar sebagai akibat kesalahan kebijakan keuangan yang tidak hati-hati. Perusahaan memiliki rasio hutang terhadap modal yang terlalu tinggi, dan melanggar kaidah umum yang normal yang biasanya dipegang dalam konteks manajemen keuangan. Jumlah hutang lebih besar dari modal yang dimiliki. Oleh karena itu restrukturisasi hutang perlu dilakukan, namun perusahaan juga perlu melakukan restrukturisasi portofolio investasi. Restrukturisasi hutang melibatkan proses negosiasi ulang tentang perjanjian hutang piutang antara perusahaan dengan pemberi kredit misalnya bank. Manajemen perlu melakukan peninjauan ulang terhadap jadwal pembayaran hutang sampai pada pengunduran jatuh tempo. Perubahan hutang jangka pendek menjadi jangka panjang juga perlu dilakukan. Sedangkan restrukturisasi keuangan mencakup kebijaksanaan alokasi arus keuangan kas maupun kredit yang diperlukan untuk penciptaan nilai tambah perusahaan, termasuk di dalamnya kebijakan distribusi keuangan bagi portofolio perusahaan. Jadi restrukturisasi keuangan memiliki pengertian yang jauh lebih luas dibandingkan dengan restrukturisasi hutang (Suwarsono, 2006).
Pada umumnya perusahaan sakit memiliki beban tetap bunga yang besar sebagai akibat kesalahan kebijakan keuangan yang tidak hati-hati. Perusahaan memiliki rasio hutang terhadap modal yang terlalu tinggi, dan melanggar kaidah umum yang normal yang biasanya dipegang dalam konteks manajemen keuangan. Jumlah hutang lebih besar dari modal yang dimiliki. Oleh karena itu restrukturisasi hutang perlu dilakukan, namun perusahaan juga perlu melakukan restrukturisasi portofolio investasi. Restrukturisasi hutang melibatkan proses negosiasi ulang tentang perjanjian hutang piutang antara perusahaan dengan pemberi kredit misalnya bank. Manajemen perlu melakukan peninjauan ulang terhadap jadwal pembayaran hutang sampai pada pengunduran jatuh tempo. Perubahan hutang jangka pendek menjadi jangka panjang juga perlu dilakukan. Sedangkan restrukturisasi keuangan mencakup kebijaksanaan alokasi arus keuangan kas maupun kredit yang diperlukan untuk penciptaan nilai tambah perusahaan, termasuk di dalamnya kebijakan distribusi keuangan bagi portofolio perusahaan. Jadi restrukturisasi keuangan memiliki pengertian yang jauh lebih luas dibandingkan dengan restrukturisasi hutang (Suwarsono, 2006).
7).Reorientasi
produk
Strategi reorientasi produk juga tetap diterapkan jika sebab ketidaksehatan perusahaan karena manajemen keliru dalam menentukan target dan segmen pasar yang dituju. Strategi ini tepat dijalankan jika perusahaan mengalami pertumbuhan yang cepat, namun tidak diikuti pertumbuhan penjualan yang dapat menimbulkan berkurangnya laba perusahaan. Secara garis besar, strategi reorientasi produk meliputi pengurangan atau penambahan item dan lini produk; pengurangan atau penambahan konsumen yang dilayani, baik secara geografis maupun jenis; perubahan komposisi bauran penjualan dengan lebih memperhatikan satu jenis produk tertentu atau konsumen tertentu; modifikasi atribut produk; keluar atau memasuki segmen pasar tertentu. Secara praktis, reorientasi produk dapat diarahkan untuk keperluan pengurangan kerugian dan mempertahankan laba dalam jangka pendek atau ditujukan untuk mencapai pemulihan kesehatan perusahaan jangka panjang (Suwarsono, 2006).
Strategi reorientasi produk juga tetap diterapkan jika sebab ketidaksehatan perusahaan karena manajemen keliru dalam menentukan target dan segmen pasar yang dituju. Strategi ini tepat dijalankan jika perusahaan mengalami pertumbuhan yang cepat, namun tidak diikuti pertumbuhan penjualan yang dapat menimbulkan berkurangnya laba perusahaan. Secara garis besar, strategi reorientasi produk meliputi pengurangan atau penambahan item dan lini produk; pengurangan atau penambahan konsumen yang dilayani, baik secara geografis maupun jenis; perubahan komposisi bauran penjualan dengan lebih memperhatikan satu jenis produk tertentu atau konsumen tertentu; modifikasi atribut produk; keluar atau memasuki segmen pasar tertentu. Secara praktis, reorientasi produk dapat diarahkan untuk keperluan pengurangan kerugian dan mempertahankan laba dalam jangka pendek atau ditujukan untuk mencapai pemulihan kesehatan perusahaan jangka panjang (Suwarsono, 2006).
8).
Peningkatan program pemasaran
Perusahaan yang tidak sehat khususnya yang disebabkan oleh karena kesalahan professional manajemen, biasanya ditandai oleh rendahnya efektivitas implementasi program pemasaran, sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari rendahnya kinerja organisasi. Perencanaan pemasaran tidak dapat dijalankan sebagaimana yang diharapkan. Oleh karena itu manajemen memiliki kemungkinan untuk melakukan strategi peningkatan efektivitas program pemasaran tanpa harus melakukan perubahan perencanaan pemasaran secara signifikan. Tidak ada kesalahan yang signifikan yang dijumpai pada perencanaan. Akan tetapi, perencanaan tersebut tidak dapat diimplementasikan dengan hasil yang telah ditetapkan sebelumnya. Manajemen perusahaan perlu meningkatkan laba potensial yang dimiliki dengan tanpa perlu melakukan modifikasi produk dan segmen pasar yang dituju dengan hanya melakukan penyesuaian bauran pemasaran yang selama ini telah digunakan. Manajemen harus mencari kombinasi dan keseimbangan baru yang lebih pas terhadap berbagai variabel, meliputi lini dan atribut produk; saluran distribusi; program penjualan; harga; promosi; dan program pelayanan. Program penjualan dan harga adalah dua variabel yang lebih sering dipilih (Suwarsono, 2006).
Perusahaan yang tidak sehat khususnya yang disebabkan oleh karena kesalahan professional manajemen, biasanya ditandai oleh rendahnya efektivitas implementasi program pemasaran, sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari rendahnya kinerja organisasi. Perencanaan pemasaran tidak dapat dijalankan sebagaimana yang diharapkan. Oleh karena itu manajemen memiliki kemungkinan untuk melakukan strategi peningkatan efektivitas program pemasaran tanpa harus melakukan perubahan perencanaan pemasaran secara signifikan. Tidak ada kesalahan yang signifikan yang dijumpai pada perencanaan. Akan tetapi, perencanaan tersebut tidak dapat diimplementasikan dengan hasil yang telah ditetapkan sebelumnya. Manajemen perusahaan perlu meningkatkan laba potensial yang dimiliki dengan tanpa perlu melakukan modifikasi produk dan segmen pasar yang dituju dengan hanya melakukan penyesuaian bauran pemasaran yang selama ini telah digunakan. Manajemen harus mencari kombinasi dan keseimbangan baru yang lebih pas terhadap berbagai variabel, meliputi lini dan atribut produk; saluran distribusi; program penjualan; harga; promosi; dan program pelayanan. Program penjualan dan harga adalah dua variabel yang lebih sering dipilih (Suwarsono, 2006).
9). Akuisisi
Akuisisi juga merupakan strategi yang dapat dipilih sebagai strategi penyehatan perusahaan, meskipun jarang ditemui implementasinya di lapangan. Biasanya strategi ini lebih tepat dipilih oleh perusahaan yang mempunyai kondisi bisnis statis, yaitu perusahaan yang sedang dalam tahapan krisis keuangan yang buruk. Di samping itu, pilihan terhadap strategi ini juga didasarkan pada pertimbangan percepatan waktu yang diperlukan dalam pemulihan kesehatan perusahaan. Dengan akuisisi, perusahaan memiliki peluang sehat dalam tempo yang relatif cepat. Akuisisi pada perusahaan sejenis atau masih mempunyai keterkaitan dalam kategori industri menjadikan perusahaan yang tidak sehat tersebut mempunyai efek komplementer. Perusahaan yang baru minimal bisa dijadikan patok duga atau benchmark kinerja bisnis. Akuisisi yang memiliki sifat lebih terdiversifikasi membuka peluang bagi perusahaan yang tidak sehat untuk memasuki produk-produk yang tentu saja masih memiliki peluang bisnis yang besar. Setidaknya lebih besar dibandingkan pasar yang telah dimasuki yang kini hampir ditinggalkan (Suwarsono, 2006).
Akuisisi juga merupakan strategi yang dapat dipilih sebagai strategi penyehatan perusahaan, meskipun jarang ditemui implementasinya di lapangan. Biasanya strategi ini lebih tepat dipilih oleh perusahaan yang mempunyai kondisi bisnis statis, yaitu perusahaan yang sedang dalam tahapan krisis keuangan yang buruk. Di samping itu, pilihan terhadap strategi ini juga didasarkan pada pertimbangan percepatan waktu yang diperlukan dalam pemulihan kesehatan perusahaan. Dengan akuisisi, perusahaan memiliki peluang sehat dalam tempo yang relatif cepat. Akuisisi pada perusahaan sejenis atau masih mempunyai keterkaitan dalam kategori industri menjadikan perusahaan yang tidak sehat tersebut mempunyai efek komplementer. Perusahaan yang baru minimal bisa dijadikan patok duga atau benchmark kinerja bisnis. Akuisisi yang memiliki sifat lebih terdiversifikasi membuka peluang bagi perusahaan yang tidak sehat untuk memasuki produk-produk yang tentu saja masih memiliki peluang bisnis yang besar. Setidaknya lebih besar dibandingkan pasar yang telah dimasuki yang kini hampir ditinggalkan (Suwarsono, 2006).
10). Investasi
Strategi investasi biasanya dilakukan oleh perusahaan tidak sehat yang telah diakuisisi terlebih dahulu oleh perusahaan lain. Jadi selama perusahaan yang tidak sehat tersebut tetap independen sebelum diakuisisi, perusahaan hampir mustahil mampu mengimplementasikan strategi investasi karena biasanya tidak lagi memiliki dana yang memadai. Keputusan melakukan investasi perlu dibuat oleh pemilik baru dan mungkin juga manajemen baru yang telah membeli perusahaan yang tidak sehat tersebut. Investasi dapat diwujudkan misalnya dengan peralatan produksi yang telah kadaluwarsa dengan harapan akan dapat diperoleh struktur biaya yang lebih rendah dibandingkan pada masa sebelumnya. Perusahaan berusaha bekerja dengan lebih efisien setelah memiliki alat produksi yang lebih baru, yang diusahakan bersamaan dengan pencapaian skala ekonomi yang lebih besar. Dengan demikian strategi investasi ini berjalan seiring dengan strategi reduksi biaya. Tidak kalah pentingnya juga diikuti oleh strategi pemasaran yang lebih agresif untuk mencapai volume penjualan yang lebih besar (Suwarsono, 2006).
Strategi investasi biasanya dilakukan oleh perusahaan tidak sehat yang telah diakuisisi terlebih dahulu oleh perusahaan lain. Jadi selama perusahaan yang tidak sehat tersebut tetap independen sebelum diakuisisi, perusahaan hampir mustahil mampu mengimplementasikan strategi investasi karena biasanya tidak lagi memiliki dana yang memadai. Keputusan melakukan investasi perlu dibuat oleh pemilik baru dan mungkin juga manajemen baru yang telah membeli perusahaan yang tidak sehat tersebut. Investasi dapat diwujudkan misalnya dengan peralatan produksi yang telah kadaluwarsa dengan harapan akan dapat diperoleh struktur biaya yang lebih rendah dibandingkan pada masa sebelumnya. Perusahaan berusaha bekerja dengan lebih efisien setelah memiliki alat produksi yang lebih baru, yang diusahakan bersamaan dengan pencapaian skala ekonomi yang lebih besar. Dengan demikian strategi investasi ini berjalan seiring dengan strategi reduksi biaya. Tidak kalah pentingnya juga diikuti oleh strategi pemasaran yang lebih agresif untuk mencapai volume penjualan yang lebih besar (Suwarsono, 2006).
ü
Proses Penyehatan
Langkah-langkah proses penyehatan, yaitu :
1.
Mengembalikan situasi yang serba tida
teratur ke dalam beraturan
2.
Memberian penilaian secara menyeluruh
tentang kemungkinan penarikan penghasilan dari piutang dagang, yang normalnya
berjangka waktu pendek.
3.
Mulai dipikirkan kemungkinanmencari
sumber tambahan penghasilan baru.
ü
Tahapan proses penyehatan, yaitu :
1.
Manajemen melakuan evaluasi menyeluruh.
Yang biasanya memerlukan waktu satu bulan sampai tiga buian.
2.
Membuat rencana penyehatan. Yang
biasanya memerlukan waktu satu bulan sampai enam bulan.
3.
Manajemen mengimplementasikan rencana
penyehatan yang telah dibuat. Biasanya memerlukan waktu enam bulan sampai dua
belas bulan.
4.
Manajemen membuat langkah stabilisasi
perusahaan, biasanya memerlukan waktu enam bulan sampai dua belas bulan.
5.
Penyiapan ke arah pertumbuhan bisnis.
Memerlukan waktu antara satu sampai dua tahun.
2.3 DIVESTASI
Divestasi adalah kebalikan dari investasi. Investasi diartikan sebagai
penambahan aset yang dilakukan seseorang atau perusahaan dengan harapan
memberikan keuntungan lebih besar. Sedangkan divestasi dapat dipahami sebagai
pengurangan jenis aset yang dimiliki seseorang atau perusahaan. Namun, jangan
dianggap divestasi berarti seseorang atau perusahaan mengalami kerugian atau
kebangkrutan.
Pasalnya, divestasi ini bisa dibilang bertujuan untuk menambah keuntungan
bagi orang atau perusahaan. Misalnya saja ketika seseorang yang berinvestasi di
saham menjual sejumlah lot saham saat harga tinggi. Divestasi yang
dilakukan ini akan menambah pendapatan investor tersebut.
v Menurut Para Ahli, Divestasi Adalah
· Benson et al. (1984)
Benson mengkategorikan divestasi
sebagai sell-off dan spin-off.
Sell-off adalah menjual
sebagian aset dari perusahaan induk, seperti anak perusahaan, divisi, atau lini
produk kepada perusahaan lain.
Sedangkan spin-off adalah
keadaan yang terjadi ketika sebuah perusahaan mendistribusikan seluruh saham
biasa yang dimiliki pada sebuah anak cabang yang dikuasainya untuk shareholder
aslinya.
· Rosenfeld (1984)
Ahli ekonomi ini mendefinisikan
divestasi sebagai sebuah langkah perubahan portofolio aset perusahaan dengan
cara melakukan sell-offs ataupun spin-offs aset yang sudah
tidak diinginkan lagi atau dirasa sudah tidak bermanfaat lagi.
· Moin (2004)
Ia menyatakan bahwa divestasi adalah
menjual sebagian unit bisnis atau anak perusahaan kepada pihak lain untuk
mendapatkan dana segar dalam rangka menyehatkan perusahaan secara keseluruhan.
· Linn & Rozeft (1984)
Ia mendefinisikan sell-off
sebagai penjualan sub bagian, divisi, atau lini bisnis oleh suatu perusahaan ke
perusahaan lain. Sell-off merupakan bentuk sederhana dari divestiture,
proses yang merupakan kontraksi bagi perusahaan yang menjual namun menjadi alat
untuk ekspansi bagi perusahaan yang membelinya.
· Sudarsanam (1995)
Ia menyatakan bahwa divestasi merupakan
kebalikan dari pertumbuhan sebagai akibat akuisisi dengan cara menjual sebagian
bisnisnya untuk alasan yang berbeda-beda.
· Motif Divestasi
Perusahaan atau seseorang yang
melakukan divestasi didukung oleh berbagai motif, salah satunya mengurangi
beban aset dan menambah pendapatan. Beban aset yang dimaksud contohnya adalah
kepemilikan properti yang berarti ada pajak, biaya perawatan, dan lain-lain.
Selain keuntungan dan
mengurangi beban, terdapat motif lain yang biasanya menjadi alasan perusahaan
atau investor melakukan divestasi. Berikut beberapa motif tersebut.
1. Perusahaan
atau investor ingin fokus pada bisnis terbaik yang memberikan keuntungan
tertinggi. Itu sebabnya kebanyakan divestasi dilakukan bukan pada aset utama.
2. Menghasilkan
keuntungan besar di saat yang tepat, seperti menjual bisnis, instrumen
investasi saat harga tinggi, dan lainnya.
3. Mengurangi
potensi kerugian atau kegagalan yang lebih besar karena aset yang dijual tidak
lagi menguntungkan.
William J. Gole dan Paul J. Hilger menyebutkan bahwa pertimbangan
dilakukannya divestasi adalah sebagai berikut :
·
Penjualan
unit yang berjalan dengan baik, tetapi tidak strategis.
·
Penjualan
unit yang tidak berjalan dengan baik yang merusak pertumbuhan yang
terkonsolidasi dan profitabilitas.
·
Penjualan
unit yang sehat atau dapat memberikan keuntungan untuk memperoleh uang tunai.
·
Penjualan
unit yang diterima oleh pasar yang menyebabkan salah perkiraan seluruh
perusahaan penjual
· Metode Divestasi
Dalam
melakukan divestasi ada berbagai metode atau cara. Paling umum dilakukan
investor atau perusahaan adalah melalui penjualan aset. Namun, masih ada cara
lain yang harus kita ketahui. Secara umum, metode divestasi dibagi dalam empat
jenis. Berikut penjelasannya.
1. Metode penjualan
Penjualan
menjadi tipe paling umum dari kegiatan pengurangan aset. Divestasi yang paling
sering dilakukan sebuah perusahaan adalah penjualan divisi, unit bisnis, atau
penjualan segmen atau sekelompok aset ke perusahaan lain.
Pembeli pada
umumnya tidak selalu membayar tunai. Nah, untuk alasan melakukan metode
ini adalah:
·
Penjualan aset menjadi pertahanan
terhadap pengambilalihan yang tidak bersahabat.
·
Penjualan aset memberikan dana tunai
untuk perusahaan yang dilikuidasi.
2. Metode spin-off
Dalam metode
ini perusahaan induk mengubah sebuah divisi menjadi entitas (unit usaha lain
yang masih satu buku akuntansi dengan perusahaan induk) yang terpisah. Lewat spin-off,
saham entitas akan dibagikan kepada pemegang saham perusahaan induk.
Meski masuk
kategori divestasi, spin-off dan metode penjualan berbeda karena:
·
Perusahaan induk tidak mendaoatkan dana
tunai dari spin-off seperti pada penjualan.
·
Pemegang saham awal dari divisi yang
dipisahkan tetap sama dengan pemegang saham perusahaan induk.
3. Metode carve-out
Metode ini
berarti perusahaan induk mengubah sebuah divisi menjadi entitas yang terpisah.
Tidak seperti dalam spin-off di mana entitas masih satu buku akuntansi
dengan perusahaan induk, dalam metode ketiga ini saham entitas akan dijual ke
masyarakat.
Artinya,
pemegang saham bukan hanya pemilik saham pada perusahaan induk di awal, tetapi
menambah jumlah pemilik saham. Umumnya nih, pemegang saham perusahaan induk
mempertahankan kepemilikan mayoritasnya di entitas baru tersebut.
4. Metode tracking stock
Dalam metode
terakhir ini diartikan sebagai cara menerbitkan tracking stock yang
bertujuan menelusuri kinerja divisi tertentu dalam perusahaan. Contohnya
pembagian dividen yang jumlahnya tergantung pada kinerja divisi tersebut.
Divisi yang
memiliki tracking stock tetap menjadi bagian dari perusahaan induk,
meskipun sahamnya diperdagangkan secara terpisah dengan perusahaan induk.
2.4 DAMPAK DIVESTASI
Divestasi yang dilakukan khususnya oleh perusahaan berdampak langsung
pada penerimaan kas. Namun dampak ini masuk kategori dampak jangka pendek.
Suatu perusahaan yang melakukan divestasi biasanya akan membukukan hasil
penjualan dalam laporan keuangan. Nantinya, dalam laporan laba/rugi penjualan
tersebut masuk pos penjualan lainnya dan akan meningkatkan laba bersih
perusahaan.
Berikut ini dua dampak lain dari divestasi bagi perusahaan.
1. Rebalancing pada neraca keuangan
Ketika perusahaan melakukan divestasi lini bisnis usaha,
perusahaan juga menyerahkan sejumlah nilai aset kepada pembeli lini bisnis
usaha tersebut. Sehingga, aset perusahaan akan berkurang.
Di sisi lain, utang yang dibawa perusahaan juga akan
berpindah tangan kepada perusahaan lain yang membeli lini bisnis tersebut.
Namun, kondisi ini dikecualikan jika ada pernyataan dalam kontrak antara kedua
belah pihak terkait utang lini bisnis.
2. Perusahaan kehilangan potensi pendapatan
Kalau yang ini sudah pasti menjadi dampak jangka panjang bagi
perusahaan yang melakukan divestasi. Perusahaan yang melakukan divestasi akan
kehilangan potensi pendapatan di masa depan.
Perusahaan hanya mendapatkan uang dari hasil divestasi berupa
penjualan. Selain itu kemungkinan utang perusahaan juga berkurang. Tetapi,
otomatis pendapatan dari lini bisnis yang dijual tidak akan didapatkan lagi.
2.5 STRATEGI PEMIMPIN PASAR
Tujuan dari
strategi bertahan adalah untuk mengurangi kemungkinan serangan, mengalihkan
serangan ke daerah yang kurang berbahaya, dan memperkecil intensitasnya. Ada
enam strategi pertahanan militer yang bisa digunakan oleh pemimpin pasar,
yaitu:
a.
Pertahanan Posisi (Position Defense) Bentuk pertahanan
yang paling mendasar adalah dengan membangun benteng yang kokoh dan sulit
direbut di sekitar daerah kekuasaan. Namun, bila hanya mempertahankan atau
menjaga posisi atau produk saat ini saja, itu merupakan suatu kesalahan besar
(salah satu bentuk marketing myopia). Henry Ford dengan mobil hitam model T-nya
yang jaya di awal abad 20 akhirnya jatuh, karena tetap mempertahafnkan mobil
model T padahal pembeli sudah menuntut model yang bervariasi. Pertahanan yang
bijaksana adalah dengan diversifikasi usaha, agar apabila satu unit bisnis
dapat diserang, perusahaan tidak langsung mati. Bahkan perusahaan sebesar
Coca-Cola pun merasa perlu melakukan diversifikasi ke peralatan penyulingan air
dan plastik, serta membeli perusahaan sari buah.
b.
Pertahanan Samping (Flanking Defense) Selain menjaga
daerah kekuasaannya, pemimpin pasar juga perlu membangun pos-pos pertahanan di
luar daerahnya untuk melindungi front yang lemah atau sebagai pangkalan
penyerangan dalam serangan balik. Beberapa supermarket yang membuat sendiri
roti atau makanan lain untuk memperkuat bauran berbagai makanan ecerannya
merupakan contoh dari pertahanan samping ini. Pertahanan seperti ini juga tidak
ada artinya jika dilakukan setengah-setengah. Kegagalan Ford dan General Motor
menangkis serbuan mobil-mobil ukuran kecil dari Jepang dan Eropa adalah karena
mereka separuh hati dalam merancang mobil ukuran kecil Vega dan Pinto.
Penilaian yang cermat terhadap setiap ancaman potensial harus dilakukan, dan
bila membahayakan, dibutuhkan komitmen serius untuk menangkis ancaman tersebut.
Contoh lainnya adalah Unilever yang meluncurkan beberapa merek untuk produk
yang sama, tetapi ditujukan kepada segmen-segmen yang berbeda. Di antara
merek-merek tersebut adalah Lux, Citra, Vinolia, dan Lifebuoy (sabun), serta
Rexona, Impuls, Denim, dan Vinolia (deodoran).
c.
Pertahanan Aktif
Mendahului (Preemptive Defense) Manuver pertahanan yang lebih agresif adalah
menyerang lawan sebelum lawan tersebut menyerang. Sistem pertahanan seperti ini
mengandung satu pesan bahwa mencegah lebih baik daripada mengobati. Misalnya
pemimpin pasar dapat menyerang pesaing yang pangsa pasarnya sedang menuju suatu
tingkat yang membahayakan atau dapat juga ia melakukan gerilya, yaitu dengan
memukul satu pesaing di sini, pesaing lain di tempat lain, dan seterusnya,
serta membiarkan masingmasing kehilangan keseimbangan.
d.
Pertahanan ofensif ini juga dapat dengan merangkum
pasar dalam Skala luas (grand market envelopment). Thompson dan Strickland
(1990) menggunakan istilah preemptive strikes, yang menurut mereka bertujuan
urttuk memperoleh posisi menguntungkan yang tidak dapat diduplikasi oleh lawan.
Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu: 1. Memperluas kapasitas
produksi hingga melampaui permintaan pasar, sehingga lawan tidak berani
memperluas kapasitasnya karena khawatir akan terjadi kondisi penawaran
berlimpah. 2. Mengikat sumber bahan mentah terbaik (terbesar) dan/atau pemasok
yang terpercaya dan berkualitas tinggi dengan cara kontrak jangka panjang atau
integrasi vertikal ke belakang. 3. Melayani pelanggan yang prestisius. 4.
Mencari lokasi-lokasi geografis yang terbaik, misalnya dekat dengan pasokan
bahan mentah, dekat dengan pasar, tempat yang biaya transportasinya murah, dan
sebagainya. 5. Berusaha mendapatkan akses yang dominan atau eksklusif terhadap
distributor terbaik dalam suatu daerah yang dimasuki. Kadangkala serangan aktif
mendahului ini diadakan secara psikologis saja. Dengan kata lain, pemimpin
pasar mengirim pesan agar pesaing tidak menyerang. Tentu saja metode ini tidak
selalu berhasil. Beberapa perusahaan besar malah menyadari bahwa memilih sistem
pertahanan ini yang terlalu luas sering tidak menguntungkan. Beberapa
perusahaan ada yang= sengaja memancing lawan untuk menyerang dengan biaya yang
mahal supaya lawannya itu merugi dalam jangka panjang. Pertahanan Serangan
Balik (Counteroffensive Defense) Bila sebuah perusahaan pemimpin pasar
diserang, maka reaksi pertamanya adalah membalas serangan itu. Pemimpin pasar
ini memiliki pilihan strategi untuk menghadapi serangan secara frontal atau
manuver untuk menyerang lambung lawan, atau melancarkan gerakan menjepit untuk
memutuskan serangan dari pangkalan operasinya. Kadang-kadang pangsa pasar dari
pemimpin pasar menyusut dengan sangat cepat, sehingga memang perlu diambil
tindakan balasan. Namun perusahaan pemimpin pasar yang mempunyai keunggulan
strategi seringkali dapat memulai serangan atau membalas serangan secara
efektif hanya pada waktu-waktu tertentu. Dalam situasi tertentu, membiarkan
serangan lawan berkembang dulu sebelum membalas merupakan strategi yang
dibutuhkan untuk menyusun rencana serangan balik. Strategi menunggu ini
kelihatannya berbahaya, namun sebenarnya dengan strategi ini perusahaan dapat
mengidentifikasi celah-celah atau kelemahan dari tindakan lawan. Jika daerah
pemimpin pasar diserang, maka tindakan balasan yang efektif adalah masuk ke
daerah utama lawan sehingga sebagian pasukan penyerang harus kembali untuk
mempertahankan wilayahnya. Contoh penerapan strategi ini adalah ketika Unilever
mengubah semboyan Rinso dari 'mencuci sendid' menjadi 'mencuci tanpa mengucek'
sebagai reaksi atas kampanye Man Attack yang berbunyi 'mencuci dengan sedikit
mengucek'.
e.
Pertahanan Bergerak (Mobile Defense) Pertahanan
bergerak ini dilakukan dengan jalan memperluas daerah penjualan yang di masa
depan dapat dipakai sebagai basis penyerangan atau pertahanan. Perluasan daerah
ini dapat dilakukan dengan cara: 1. Perluasan pasar, yang menuntut perusahaan
agar mengalihkan perhatiannya dari produk yang sudah ada ke kebutuhan umum yang
mendasar dan banyak melibatkan R&D (Research and Development) untuk
mengembangkan teknologi sehubungan dengan kebutuhan tersebut. Namun strategi
ini jangan sampai menyalahi 2 prinsip. Prinsip pertama adalah prinsip sasaran,
yaitu sasaran yang ingin dicapai harus jelas dan realistis. Prinsip kedua
adalah prinsip massa, yaitu mengkonsentrasikan semua usaha pada pusat kelemahan
lawan. Bila yang menjadi tujuan adalah usaha energi, maka ini terlalu luas,
karena hampir semua bidang dapat masuk ke dalamnya. Perluasan yang terlalu
gencar malah dapat mengurangi kekuatan perusahaan dalam persaingan saat ini. 2.
Diversifikasi pasar ke beberapa industri yang tidak saling berkaitan merupakan
pilihan lain dalam rangka membangun keunggulan strategi.
f.
Pertahanan Penciutan (Contraction Defense) Perusahaan
besar harus menyadari bahwa tidak mungkin seluruh daerah penjualan
dipertahankan. Kekuatan yang terlalu menyebar menyebabkan pertahanan di
masing-masing daerah berkurang. Maka jalan terbaik adalah dengan kontraksi.
Kontraksi yang terencana bukanlah suatu tindakan menyerah, namun merupakan
upaya melepaskan daerah penjualan yang 'kurus' dan mengatur kembali kekuatan di
daerah penjualan yang 'gemuk'. Strategi ini merupakan konsolidasi kekuatan
bersaing perusahaan di pasar serta memusatkan sumber daya pada posisi-posisi
yang penting. Salah satu Contoh perusahaan yang pernah menerapkannya adalah
Matsushita Electric yang memangkas lini produknya.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Penurunan kinerja perusahaan dibedakan dalam kategori operasional dan
strategis serta dikaitkan dengan visi dan misi perusahaan yang terlebih dulu
ditetapkan. Visi merupakan gambaran yang akan dicapai oleh perusahaan di masa
yang akan datang, sedangkan misi merupakan upaya perusahaan dalam mencapai visi
yang diinginkan.
Perusahaan yang dikatakan sakit juga mempunyai gejala. Gejala mempunyai
pengertian yang berbeda dengan sebab perusahaan sakit. Gejala semata-mata hanya
merupakan tanda-tanda adanya ketidaksehatan perusahaan yang mengindikasikan
perusahaan dalam keadaan sakit. Sedangkan sebab perusahaan yang sakit lebih
menunjuk pada variabel yang bertanggung jawab menjadikan perusahaan itu
menderita sakit.
Divestasi
ini bisa dibilang bertujuan untuk menambah keuntungan bagi orang atau
perusahaan. Misalnya saja ketika seseorang yang berinvestasi di saham menjual
sejumlah lot saham saat harga tinggi. Divestasi yang dilakukan ini akan
menambah pendapatan investor tersebut.
Tujuan
dari strategi bertahan adalah untuk mengurangi kemungkinan serangan,
mengalihkan serangan ke daerah yang kurang berbahaya, dan memperkecil
intensitasnya.
DAFTAR PUSTAKA
http://makalah-makalah-makalah.blogspot.com/2016/03/strategi-pemimpin-pasar-penantang-pasar.html?m=1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar